Dukung Polres Belu Usut Dugaan Korupsi di Dekranasda, FMBAK Gelar Aksi DamaiBerikut Pernyataan Sikap ๐Ÿ‘‡๐Ÿ‘‡

Belu, News.Matatimor – Net : Puluhan warga masyarakat yang terhimpun dalam Forum Masyarakat Belu Anti Korupsi (FMBAK) menggelar aksi damai sebagai bentuk dukungan terhadap Kepolisan Resor Belu untuk segera mengusut tuntas dugaan korupsi dana hibah dekranasda Kabupaten Belu senilai 1.5M pada, 20/03/2024.

Aksi damai tersebut diterima langsung Komisi I dan II DPRD Belu dengan komitmen penuh akan segera mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Inspektorat Daerah dan Disperidag Kabupaten Belu dalam waktu dekat.

Berikut Pernyataan Sikap Forum Masyarakat Belu Anti Korupsi (FMBAK) Belu :

a. Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g UU Kepolisian, kepolisian bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan semua tindak pidana sesuai hukum acara pidana dan peraturan perundang undangan lainnya. Artinya, kepolisian memiliki wewenang untuk menyelidiki dan menyidik kasus tindak pidana korupsi.

b. Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atas tersangka atau terdakwa ataupun saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun.

c. Aturan terkait obstruction of justice sendiri telah diatur dalam Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

d. Kepolisian bisa menjerat setiap orang yang berusaha menghalang -;halangi tindakan APH dengan menggunakan Pasal 21 UU Tipikor. Delik yang mengatur obstruction of justice tergolong sebagai delik formal sehingga setiap tindakan baik yang sudah selesai ataupun percobaan sebenarnya sudah dapat dijerat oleh aparat penegak hukum.

e. Setidaknya ada dua pola yang kerap digunakan pelaku korupsi untuk merintangi proses hukum. Pertama, menggunakan masyarakat untuk menghambat penanganan perkara. Hal ini kerap terjadi ketika aparat penegak hukum berusaha untuk melakukan proses Penyelidikan/penyidikan, pelaku korupsi menggunakan masyarakat umum untuk membela agar ia tidak diproses secara hukum.

f. Kedua, menggunakan kuasa hukum untuk melindungi pelaku korupsi. Acap kali penasihat hukum digunakan pelaku korupsi sebagai tameng untuk menutupi kejahatan sebenarnya. Kuasa hukum berfungsi melepaskan jerat hukum pelaku kejahatan dengan dasar-dasar hukum sah bukan malah melindungi pelaku dengan berusaha merintangi proses hukum yang sedang berlangsung.

g. Contoh Kasus yang cukup menarik perhatian adalah yang menimpa kuasa hukum salah seorang tersangka korupsi di Sumatera Barat, Manatap Ambarita, pada 2008. Manatap saat itu memberikan keterangan palsu tentang keberadaan tersangka yang akan diproses kejaksaan. Tindakan itu dianggap sebagai upaya memperlambat proses penanganan perkara korupsi yang menimpa kliennya. Beberapa kasus itu sebenarnya bisa dijadikan dasar yurisprudensi bagi penegak hukum untuk bisa memproses segala tindakan yang dianggap memenuhi unsur sebagai tindakan obstruction of justice.

h. Kalau di Belu saat ini kita mendengar ada upaya dari Orang yang diduga melakukan tindak Pidana Korupsi menggunakan Penasihat hukum untuk menghambat upaya Kepolisian mengusut kasus DUGAAN KORUPSI dengan mengancam akan melaporkan kepada Kapolri. Kapolres Belu dan jajarannya harusnya diberikan apresiasi dan penghargaan karena berani mengusut laporan masyarakat tentang dugaan tindak pidana Korupsi apalagi dugaan Korupsi yang melibatkan istri dari seorang Bupati.

i. Untuk itu kami dengan ini menyatakan sikap mendukung penuh upaya yang dilakukan oleh Kapolres Belu dan jajarannya dalam menangani dugaan korupsi anggaran 1,5 Miliar pertahun di Dekranasda Kabupaten Belu yang di duga melibatkan istri dari Orang Nomor 1 di Kabupaten Belu tersebut.

j. Saat rakyat susah uang Jaring Pengaman Sosial untuk 8.577 KK miskin tidak dibayarkan, pemerintah mala sibuk menganggarkan dana dalam bentuk Hibah kepada Dekranasda yang dulunya anggaran di bawah 300 juta rupiah dinaikan menjadi 1,5 Miliar rupiah pertahun dan itupun diduga diselewengkan dengan membuat kegiatan-kegiatan fiktif. Ada dugaan pertanggungjawaban dilakukan menggunakan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif dengan meminta para camat untuk menandatangani SPPD fiktif yang sebenarnya kegiatan tersebut tidak terjadi.

k. Saat harga beras melambung, petani kesulitan pupuk, bibit dan pengolahan lahan harusnya pemerintah membantu memberikan solusi bukan mala sibuk menghabiskan anggaran untuk kegiatan kegiatan fiktif untuk mensejahterakan orang – orang tertentu sedangkan rakyat dibiarkan terus menjerit dalam ketidak berdayaan.

l. Disaat anggaran operasional di dinas atau badan dalam Pemerintahan Kabupaten Belu tidak ada sehingga kegiatan operasional tidak berjalan, ternyata di lembaga Dekranasda yang bukan merupakan sebuah lembaga utama justru anggarannya berkelebihan sampai tidak habis digunakan, dan untuk menghabiskannya terpaksa menggunakan pertanggung jawaban dengan kegiatan fiktif.

m. Dengan berlindung di balik MOU bahwa kasus Korupsi harus ada perhitungan kerugian Negara terlebih dahulu oleh Inspektorat atau BPK maupun BPKP kami menduga telah terjadi sebuah tindakan menghalang – halangi tindakan Aparat Polres Belu untuk mengusut kasus tersebut dimana kita tau bahwa Inspektorat berada di bawah Bupati dan bertanggungjawab kepada Bupati, bagaimana bisa memeriksa istri seorang Bupati?

n. Kepala inspektorat Defenitif saja dicari cari kesalahan kemudian diberhentikan, meskipun kemudian menang dalam PTUN namun tidak dikembalikan pada jabatan semula mala tetap membiarkan jabatan kosong dan diisi dengan seorang Pelaksana Tugas (PLT) yang mempunyai kewenangan terbatas. Buntutnya dapat kita lihat bersama sesuai berita yang beredar bahwa saat Penyidik Polres Belu melakukan penyelidikan terhadap Dekranasda yang diketuai oleh istri Bupati, Inspektorat Belu mengeluarkan pernyataan bahwa telah melakukan pemeriksaan dan memberikan catatan perbaikan yang telah ditanggapi oleh Dekranasda.

O. Hal ini sangat tidak logis apakah berani seorang Sekertaris Inspektorat sebagai PLT memeriksa seorang istri Bupati dan memberikan catatan perbaikan?

p. Seorang pejabat defenitif saja diberhentikan semena-mena apalagi seorang PLT yang ditunjuk dengan gampang seperti itu mampu memeriksa lembaga yang dipimpin oleh istri seorang Bupati?

q. Kami meminta Kepolisian mengusut lebih dalam lagi siapa aktor dibalik perencanaan bertambahnya anggaran di dekranasda Belu menjadi jadi 1,5 Miliar rupiah, Apakah sudah di desine mulai awal dari memberhentikan Kepala Inspektorat defenitif dan diganti dengan seorang PLT sehingga mudah dikendalikan kemudian bisa dijadikan sebagai tameng seperti saat ini?

r. Dengan melihat fakta di atas kami meminta Kapolres Belu dan jajarannya dapat memanggil siapapun yang diduga menghalang-halangi untuk menyediki dugaan Korupsi di Dekranasda Belu, baik Penasehat Hukum maupun Inspektur inspektorat Kabupaten Belu yang diduga berupaya melindungi perbuatan Korupsi di Dekranasda Belu.

s. Selain aturan dalam UU Tipikor, tindakan obstruction of justice juga telah disepakati di Konvensi PBB tentang Anti-Korupsi (UN Convention Against Corruption/UNCAC). Pasal 25 mengamanatkan negara peratifikasi wajib melakukan tindakan politik dan hukum untuk melawan tindakan yang menghalangi proses hukum kasus pidana korupsi.

t. Untuk itu secara Politis Lembaga DPRD Belu dapat menggunakan fungsi kontrolnya memanggil semua pihak untuk di dengar keterangannya termasuk memberikan dukungan politis kepada Kapolres Belu dan jajarannya untuk tetap tegak lurus pada aturan dan norma hukum yang berlaku dalam mengusut kasus dugaan Korupsi yang melibatkan istri orang nomor satu di Kabupaten Belu ini. ***

Komentar
judul gambar
judul gambar