Siapa Yang Salah dan Siapa Yang Benar Dalam Maraknya Kasus Illegal Logging di Kabupaten Malaka

Opini

Oleh: Theodorus Kiik

Malaka, News.Matatimor – Net : Hutan adalah paru-paru dunia. Maka kelestariannya perlu dijaga agar oksigen di paru-paru setiap makhluk hidup tidak kekurangan. Dengan demikian, setiap manusia yang ada di dunia wajib menjaga hutan agar tetap lestari dan pasokan oksigen di udara pun dalam keadaan stabil. Hutan memiliki beberapa kategori, ada hutan rakyat, hutan produktif, hutan lindung, hutan negara, hutan Suaka marga. Masing-masing kategori hutan memiliki kekuatan hukum tetap yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden.

Secara Geografis, Indonesia terkenal dengan luasnya wilayah dan banyak penduduk yang semakin hari semakin bertambah jumlahnya, sementara ketersedian sumberdaya alam dan sumberdaya manusia pada kehidupan masyarakat di pelosok perkampungan sangat terbatas sehingga sering dengan ego kelompok dan individual terpaksa harus mengorbankan Hutan yang disebut sebagai paru-paru dunia itu.

Kabupaten Malaka, merupakan salah satu kabupaten termuda di provinsi Nusa tenggara timur yang saat ini masih memiliki wilayah konservasi sumberdaya alam yang terdapat di beberapa kecamatan dan pedesaan. Hutan yang berbatasan dengan Negara Timor Leste ini selalu menjadi tempat bernaung masyarakat sekaligus menghirup udara segar dikala musim panas.

Hutan Suaka Marga di daerah perbatasan ini, sebagian telah dijadikan lahan tani oleh masyarakat Eks Timor-Timur sejak terjadinya peperangan di Timor Leste pada puluhan tahun yang silam hingga tahun 1999 terjadi perpindahan penduduk dalam skala Internasional secara besar-besaran dari Negara Timor Leste ke Indonesia.

Ada beberapa upaya yang dilakukan oleh berbagai instansi dan elemen masyarakat untuk melestarikan atau mereboisasi kembali hutan yang telah gundul itu namun gagal karena berbagai persoalan terkait kebutuhan pangan masyarakat eks Tim-Tim yang saat ini telah memilih negara Indonesia sebagai negara mereka sendiri.

Masyarakat Eks Timor-Timur tidak menjadikan semua wilayah konservasi tersebut sebagai lahan pertanian. Ada beberapa titik yang masih tersisa hingga saat ini. Dan kini masyarakat kabupaten Malaka sangat antusias dan berpartisipasi dalam menjaga sisa-sisa hutan tersebut.

Saking pedulinya masyarakat kabupaten Malaka terhadap hutan lindung dan hutan Suaka Marga Kateri, masyarakat melarang pemerintah dan masyarakat dari desa lain agar tidak membuang sampah di beberapa titik hutan lindung dan kepedulian ini berujung demonstrasi yang pernah digelar oleh Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan Kateri.

Pada tanggal 16 Januari 2023, Masyarakat Desa Kateri Kecamatan Malaka Tengah Kabupaten Malaka, menangkap basah beberapa pelaku illegal Logging pada jam 9 Malam. Kronologi Upaya tangkap basah yang dilakukan oleh masyarakat Kateri tersebut karena adanya bunyi mesin sensor yang berada di sekitar hutan lindung Kateri dengan jam 9 malam. Pelapor mencurigai bunyi tersebut, akhirnya timbul inisiatif dari pelapor untuk melaporkan kejadian itu kepada kepala desa dan masyarakat Kateri. Respon masyarakat sangat positif hingga masyarakat berbondong-bondong datang ke lokasi kejadian dan berhasil menangkap 3 orang pelaku beserta barang bukti berupa 2 unit Mesin Sensor, 2 Unit Motor Honda Beat berwarna hitam. Masyarakat desa Kateri menyerahkan pelaku dan alat bukti tersebut ke Kapolres Malaka pada tanggal 17 Januari 2023 pagi hari. Kala itu masyarakat Desa Kateri berharap agar proses hukum dari kasus illegal Logging tersebut berjalan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku dan tanpa intervensi dari pihak manapun untuk melepaskan pelaku atau pun mengembalikan barang bukti Tanpa alasan yang jelas.

Belum lama kasus tersebut berlalu, terjadi lagi kasus yang sama di desa Kereana yang pelakunya masih memiliki silsilah keluarga dalam persepuan kandung dari darah bapak. Kasus Ilegal Logging tersebut terjadi pada tanggal 14 Maret 2023 di Desa Kereana Kecamatan Botin Leobele, Wilayah hukum Suaka Marga Kateri, Konservasi Sumberdaya Alam Kateri-Wemer.

Kronologinya, Terlapor hendak berpapasan dengan salah seorang masyarakat Kereana yang kebetulan pada siang itu hendak pergi ke Betun pusat ibu kota Malaka. Sementara terlapor dan kedua teman lainnya dari Arah Betun menuju Wemer (Lokasi Kejadian). Terlapor sempat bertanya pada masyarakat yang berpapasan dengannya, “Mau Pi Mana?” Tanya terlapor. “Saya Pi Betun,” Jawab Masyarakat tersebut singkat dan berlalu.

Kecurigaan mulai timbul dalam benak masyarakat tersebut. Ia pun bergegas ke betun dengan cepat untuk menyelesaikan keperluannya dan kembali ke Wemer untuk memastikan apakah terlapor benar-benar melakukan aksi illegal logging tersebut. Sesuai kenyataan yang terjadi telah sekian lama, Terlapor diduga sering melakukan kegiatan illegal logging pada tahun-tahun sebelumnya di beberapa titik hutan lindung milik Negara. Namun kegiatan tersebut tidak dilaporkan oleh masyarakat kepada instansi berwajib. Selama bulan Januari hingga Maret, Masyarakat setempat yang berkebun di wilayah hutan Suaka Marga Kateri-Wemer sering mendapati terlapor dan kawan-kawannya melakukan aksi illegal Logging. Tetapi apa daya, para petani yang berkebun di sekitar area itu tidak memiliki kekuatan hukum menangkap terlapor dan menyerahkan nya kepada pihak yang berwajib/kepolisian.

Setelah memantau kegiatan terlapor dan kawan-kawannya, Ia menelpon salah satu Masyarakat Mitra Polisi Hutan (MMP) yang nomor kontaknya ada di HP miliknya. Namun karena nomor tersebut tidak dapat dihubungi, akhirnya ia menelpon salah satu pegawai Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelola Hutan Malaka. Nomor itu berhasil dihubungi, akhirnya ia menceritakan kejadian hangat tersebut.

Mendengar laporan via telepon tersebut, Kepala UPT-KPH Malaka pun langsung mengambil langkah preventif. Ia Kepala UPT-KPH Malaka memerintahkan bawahannya berjumlah 8 orang untuk memastikan kejadian tersebut. Sampai di lokasi kejadian, benar, ada aksi ilegal logging yang dilakukan terlapor bersama kedua rekannya. Aksi Gerebek yang dilakukan oleh UPT-KPH Malaka itu pun hampir gagal karena terlapor dan kedua rekannya sempat melarikan diri meninggalkan barang bukti berupa 1 Buah mobil truk berwarna kuning, merek Mitsubishi dengan tulisan depan SNIPER dan bernomor polisi/Plat DH: 1921.

Sekitar 2 jam kemudian, terlapor akhirnya menyerahkan diri kepada UPT-KPH Malaka karena didesak oleh pemilik mobil. Setelah terlapor menyerahkan diri, terlapor dibawa oleh Pegawai UPT-KPH Malaka untuk di serahkan ke Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Malaka untuk diproses secara hukum. Beberapa saat kemudian, terlapor beserta barang bukti dibawa oleh BKSDA dan UPT-KPH Malaka ke Kapolres Malaka.

Pada tanggal 24 Maret 2023, Masyarakat desa Kateri dan masyarakat desa kereana kembali mendatangi BKSDA Malaka untuk menanyakan kelanjutan proses hukum dari kasus yang telah di adu ke Kapolres Malaka pada tanggal 17 Januari (Kasus Pertama) dan tanggal 14 Maret (Kasus Kedua). Masyarakat desa Kateri lebih dahulu beraudiens dengan BKSDA karena Kasus tersebut terjadi di hutan lindung dan hutan Suaka marga Kateri yang merupakan wilayah BKSDA Malaka.

Hasil audiens tersebut dipublikasikan oleh beberapa media yang turut mengawal kasus illegal logging tersebut. Dari keterangan Kepala Resort BKSDA Malaka, bahwa kasus ini telah menyita perhatian publik dan dirinya sebagai penanggungjawab wilayah akan mendukung kepolisian resort Malaka untuk menangani kasus ini hingga tuntas.

Setelah selesai beraudiens dengan kepala BKSDA Malaka, Masyarakat bergerak menuju Kapolres Malaka untuk bertemu Kasat Reskrim Polres Malaka untuk menanyakan kelanjutan proses hukum dari kasus illegal logging yang telah dilaporkan itu. Namun sayangnya, ada masyarakat yang kecewa karena katanya Kasatreskrim Malaka diduga telah melepaskan terlapor (Kasus Pertama) juga menghilangkan dokumen penting lain untuk kepentingan penyelidikan terlapor yang sebelumnya telah ditahan selama 14 hari sejak penangkapan oleh masyarakat Kateri.

Sudah 3 bulan kasus itu dilaporkan, namun semacam tidak ada perhatian dari kepolisian terkait laporan masyarakat Kateri dan Masyarakat Kereana perihal (Kasus Kedua) kasus illegal logging tersebut. Bahkan hingga hari ini, Mobil dan barang bukti lain pada kasus kedua telah dipulangkan kepada pemilik mobil dengan alasan dipinjam oleh pemilik untuk dipakai. Disisi lain, penyidik berkesimpulan bahwa terlapor diduga tidak bersalah. Karena sesuai dengan keterangan terlapor, bahwa dirinya melakukan aksi tersebut karena tidak sengaja. Kebetulan dia, Terlapor dan kedua temannya pergi mengambil kayu bakar dan menemukan potongan kayu dolgen tersebut, akhirnya mereka mengangkut kayu-kayu itu.

Dalam proses hukum pemidanaan pelaku kejahatan, dibutuhkan alat bukti yang cukup sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini menjadi tumpuan, pegangan dan Kekuatan bagi para penegak hukum dalam menangani setiap kasus kejahatan. Tetapi hal itu tidak terlepas dari kebenaran empiris dan kenyataan dalam kehidupan sosial di masyarakat setempat. Kebenaran harus berkorespondensi dengan kenyataan sehingga dalil dari terlapor dan kenyataan di lapangan harus dikaji oleh penyidik Kapolres Malaka secara komperhensif agar penyidik tidak mengabaikan kenyataan yang terjadi di Lapangan dan Pengakuan terlapor kepada penyidik ketika dimintai keterangan oleh penyidik.

Selain kajian Logis dan Ilmiah sesuai dengan normatif dan prosedur penanganan Kasus Hukum Pidana, Ada pun dua kekuatan Hukum yang saat ini sedang diupayakan untuk sama-sama setara di hadapan publik, Yakni; Kekuatan Undang-undang Konservasi Sumberdaya Alam dan Kekuatan Hukum Pidana terhadap terlapor baik Kasus Pertama, maupun kasus kedua pada kasus Illegal Logging di Hutan Suaka Marga Kateri.

Balai Konservasi Sumberdaya Alam-Malaka (BKSDA) pun tentu memiliki kemandirian untuk mengatur wilayah kekuasaannya sendiri, hingga pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan terlapor dan kroni-kroninya perlu mendapat sanksi hukum dari BKSDA Malaka entah melalui langkah pencegahan Represif maupun Preventif.

Malaka, 24 April 2023

Komentar
judul gambar
judul gambar